Minggu, 07 Agustus 2016

sajak puitis adnan dede haris (part1)


1. Namanya senja. Dia kawan untuk mengenangmu saat ini. Tapi dia bisu meskipun aku terus berceloteh tentangmu. Hanya gerimis di matanya yang berkilauan dan mengkristal.

2. Hilangkan lelah kenangan tadi malam, seseorang bahkan masih terletih-letih di kamarnya. Lupa ia menyibakkan tirai airmata dan mematikan pelita rindu. Juga masih mabuk karena selintas senyummu dimimpinya lah penyebabnya.

3. Dan bila ia telah lama jenuh menunggu, dan aku sudah lelah mencari, bagaimana kami kan kau pertemui?

4. Perempuan adalah misteri, Mata perempuan saja sudah sedalam lautan, bayangkan sedalam apa hatinya.

5.Cinta saja bisa sulap, apalagi rindu.

6. Ketika kau lihat dia sekarang, fikir jua lah dia seorang penghibur kesusahan, seorang yang tenang jiwa nya, seakan dia kau sangka tak punya beban hati. Tapi sebenarnya dia seorang pemenung, penghiba hati, batinnya bertarung diantara harapan kosong dan keinginan yang patah, suka menyisihkan diri ke sawah yang luas, suka merenungi wajah merapi, dan sering dia melamun seperti para perokok berat. Yah itulah, kau sedang memandangku !

7. Cinta itu subjektif. Dan berpisah kadang jadi jalan yang paling objektif. Hanya kamu yang terlihat samar; kau tak nyata ! Kau siapa ?

8. You still make me smile, in my nightmare.

9. Terkadang bingung harus memilih mengenang apa hari ini. Jika cuaca sampai panas membakar akan membuatku mati kehausan rindu. Pun jika
hujan gerimis turun menggenang lah ia di langit-langit dadaku sampai sesak.

10. Sungguh. Setelah perempuan-perempuan ikut tidur bersama anaknya, setelah anak muda selesai mengaji di surau, setelah ayam masuk kandang, setelah semua lampu dipadamkan, setelah tikus dimangsa burung hantu, dan nasi makan malam telah dingin, dia masih terpaku melihatkan bulan terang benderang, bulan di antara tanggal 15 dan 16. Dia ajak alam besar itu bertutur, percakapan jiwanya sendiri, seakan mengadukan nasibnya yang malang, yang patut alam itu ikut meratapinya

11. Jalanan basah, rerintik gerimis, purnama bercahaya, aku dan kamu saling melempar senyum, berjalan bergandengan dalam khayalan.

12. Lalu pada malam itu, naik lah dua doa permohonan gaib ; sedang engkau terisak meminta aku agar hilang dari hatimu, dan aku hanya meminta padaNYA dengan sisa cahaya yang redup disana. Lalu tuhan pun menertawakan..

13. Dilembaran hari yang mana dariku kau akan berhenti bersembunyi? Aku takut jika akhirnya aku terbiasa sendiri lalu berhenti mencari.

14. Hanya menjadi tissu penyeka air mata yang mengkristal di pipimu saat kau menangis, lalu kau buang di sudut gelap hatimu. Ah, sial. Sekarang kemana harus ku cari penghapus kesepian saat ku butuh. Engkau ?

15. Terimakasih. Hanya dengan ber 'Hai' saja kenangan selama apapun akan terobati. Seperti musafir gurun pasir yang hanya diberi segelas air saja. Meskipun belum cukup sembuh ternyata.

16. Kau begitu langit yang jauh terengkuh. setetes gerimis rindu malam ini hanya mengingat kau tersenyum, aku meleleh. kau menangis, aku sakit. Sial.

17. Untuk jodohku yang disana, cantik dan kaya juga tidak apa. Asalkan sholehah dan terimaku seadanya. Selamat malam minggu saya(ng). aku
single, Kamu siapa ?

18. Bunga yang bermekaran dipinggir jalan juga mulai ikut berganti. Aku masih berfikir apa nama bunga yang bermekar di musim itu.? Ah, bukan urusanku sekarang. Yang jelas aku ingat saat tertiup angin dulu, bergemetar tanganku mengingat harumnya yang memabukkan rindu.

19. Bukanlah maksud. Jangan tersenyum seperti itu padaku, aku tak mau separuh hatimu jatuh tertinggal disini. Mewariskan benih yang nantinya terkadung menjadi cinta dan rindu.

20. Kau dilahirkan dengan kemampuan untuk terbang setelah jatuh. Tapi kenapa kau memilih untuk merangkak setelah itu ?

21. Bermacam2 perasa'an yang bergelora hebat semalam itu dan jiwa nya ganjil, beraneka warna; bercampur diantara cinta dan takut, kesenangan pikiran dan kesedihan, bertempur di antara pengharapan yang besar dan keinginan yang dirasakan patah. Dalam dia menangis, tiba-tiba berganti tersenyum. Dalam senyum dia kembali mengeluh panjang. Entahlah, dia sendiripun masih ragu. Padahal biasanya senyuman dan air mata itu adalah dua musuh yang tak mau berdamai.

22. Nanti, pada waktunya, aku akan menjadi ayah, kakak, teman, suami, kekasih, imam dan segala peran yang kau butuh agar nyaman. Percayakan saja padaku, bila kau mau, pasti ku mampu.

23. Rindu barangkali deret harap yang patah di lelah penantianmu. Sedangkan cinta, mungkin ia hanyalah sinonim dari sesuatu yang telah lama hilang. Sama saja.

24. Tuhan tidak pernah tidur. Dia ciptakan kopi sebagai barang bukti. Selamat malam para penikmat insomnia.

25. Kadang aku ingin menjadi seekor semut, yang mati bahagia saat coba meraih ujung senyum manismu, manisku.

26. Kau lah entah yang belum juga mampu ku jamah, sedangkan aku pengembara yang mulai lelah, bersandar pada doa-doa yang tabah.

27. Bila kau, ragu yang menggantung di ujung dedaun itu. Maka doaku pastilah reranting, yang menahanmu dari jatuh, memelukmu dari jauh.

28. Misalnya kau mengacuhkanku, takkan aku gelisah. Anggap saja kini aku menjelma angin, tak mungkin tak kau hirup meskipun kau tak ingin. KARENANYA KAU SEBAGAI UDARA, YANG DIHISAP DALAM LIKU NAFAS HIDUPKU YANG TURUN-NAIK

29. Hanya sesaat saja, dan itupun membuatnya retak terbelah. Bukan sepele jika dibiarkan terlalu lama. Karena sama pentingnya dengan sikat gigi waktu malam, yang membuatmu takkan mudah tidur karena sakitnya.

30. Bener-bener gak ngerti deh sama kelakuan anak kucing jaman sekarang.

31. Bulan sabit, secangkir cappucino dan sebuah file curian bernama '428214_n.JPG'. Ah, maaf. Belum sempat kuganti menjadi 'KAU.jpg'.

32. Saat tak seorang pun bisa diajak bicara. Aku terkadang bercerita pada segelas kopi, lalu menyeruput kesunyian dalam- dalam, menghirup pahit manis aroma kenangan.

33. Inginku menjadi korek api. Walau tak mampu menyala sendiri, setidaknya mungkin dapat menawarimu hangat, saat kau merasa sepi dalam dingin yang pekat. Saat mentari pagi datang terlambat.

34. Ketika jatuh cinta, akan ada satu nama yang mengencangkan debar jantungmu. Saat terluka, nama itu meloncat ke paru-paru, mencekik, menyesakkan seluruh hela napas di dadamu.

35. Masih berusaha keras untuk "menjadi diri Anda"? Mengapa Anda tidak menerima permintaan saya untuk "menjadi milikku". Itulah lebih mudah.

36. Adalah kau, pelita yang pudarkan gulita. Seseorang yang selalu kupinta dalam doa-doa, yang masih Tuhan jaga, hingga akhirnya nanti kita bersama.
 

37. Aku melihat kebahagiaanmu seperti melihat pelangi. Cahaya yang berada diatas kepala orang lain. Dan aku pun terusir menjadi bayanganmu.
 

 38. TERIMAKASIH TELAH MENJADI ALASAN KU UNTUK SENYUM-SENYUM SENDIRIAN 

39. Bagaimana bisa, menahan rindu yang terus terasakan, layaknya jemuran yang terus menerus tersiram air hujan, dan akhirnya ia meneteskan.

40. Malam ini, tak ada kopi, pun tak ada roti. Melainkan kicauan lelaki mensyairkan bait demi bait puisi. Selamat malam (maaf) putri perindu hati.

41 Semua terkadang tentang kamu, Rindu. Tentang bagaimana aku mendengarkan, meskipun ada saja yang diabaikan. Oh ya, satu lagi, Aku siapa?

42 Ingin rasanya ku utarakan kepada Tuhan, betapa terusnya aku menjadi pungguk yang hanya merindukan bulan, yang tak bertepi namun tak terbalaskan. Seperti elang malam yang mengusik kesepian malam di dahan yang hampir terpatahkan.

43. Aku telah terbaring di padang rumput berbunga putih kecil, Memandang langit yang sepertinya sangat dekat. Bernapas sesuka hati, mengangkat tangan meraih awan. Dan lalu tersadar langit itu masih saja jauh, Kemudian tertawa..

44. Memetik gitar di malam hari. Nggak tahu juga sih apakah berbuah atau enggak.

45. Hidup bukanlah menunggu badai berlalu, tapi belajar bagaimana menari di kala hujan.

46. Ternyata bukan hanya aku. Bintang pun sekiranya kesepian karena tidak ada orang yang mengharapkannya malam ini. Dan kita pun masih di lahirkan di langit yang sama. Aneh sekali.

47. Maka selain dan beberapa alinea kata yang telah ku janjikan, kiranya ku baca isyarat darimu bahwa hadirku tak lagi kau butuhkan.


48. Yang mengintip hatimu selalu aku, dan yang mengintip hidupku hanya ajal.

49. Kita seperti kembang api, naik ke atas langit, bercahaya, dan yang pasti akan bertebaran berpisah. kalau ketika saat itu tiba, kau tidaklah perlu lenyap seperti kembang api, tetaplah bercahaya di atas langit hati sampai kapanpun.

51. (saya)ng itu mahal. Dan bagiku engkau sebuah mutiara.